ASAL USUL WAROK
Warok
sampai sekarang masih mendapat tempat sebagai sesepuh di masyarakatnya.
Kedekatannya dengan dunia spiritual sering membuat seorang warok
dimintai nasehatnya atas sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman
hidup. Seorang warok konon harus menguasai apa yang disebut Reh
Kamusankan Sejati, jalan kemanusiaan yang sejati. Warok
adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara
kebaikan dan kejahatan dalam cerita kesenian reog. Warok Tua adalah
tokoh pengayom, sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf
menuntut ilmu.
Hingga
saat ini, Warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus
memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk
seputar kehidupan warok. Warok adalah sosok dengan stereotip:
memakai kolor, berpakaian hitam-hitam, memiliki kesaktian dan
gemblakan.Menurut sesepuh warok, Kasni Gunopati atau yang dikenal Mbah
Wo Kucing, warok bukanlah seorang yang takabur karena kekuatan yang
dimilikinya. Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap
memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. “Warok itu berasal
dari kata wewarah. Warok adalah wong kang sugih wewarah. Artinya,
seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran
kepada orang lain tentang hidup yang baik”.“Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Syarat menjadi Warok
Warok
harus menjalankan laku. “Syaratnya, tubuh harus bersih karena akan
diisi. Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan
haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan. Persyaratan lainnya,
seorang calon warok harus menyediakan seekor ayam jago, kain mori 2,5
meter, tikar pandan, dan selamatan bersama. Setelah itu, calon warok
akan ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Setelah
dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan menjadi seorang
warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat, serupa
tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok. Warok sejati
pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa kelompok
warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya
mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani,
bahkan kadang para pejabat pemerintah selalu meminta restunya.
Hingga
saat ini, Warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus
memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk
seputar kehidupan warok. Warok adalah sosok dengan stereotip:
memakai kolor, berpakaian hitam-hitam, memiliki kesaktian dan
gemblakan.Menurut sesepuh warok, Kasni Gunopati atau yang dikenal Mbah
Wo Kucing, warok bukanlah seorang yang takabur karena kekuatan yang
dimilikinya. Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap
memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. “Warok itu berasal
dari kata wewarah. Warok adalah wong kang sugih wewarah. Artinya,
seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran
kepada orang lain tentang hidup yang baik”.“Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Syarat menjadi Warok
Warok
harus menjalankan laku. “Syaratnya, tubuh harus bersih karena akan
diisi. Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan
haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan. Persyaratan lainnya,
seorang calon warok harus menyediakan seekor ayam jago, kain mori 2,5
meter, tikar pandan, dan selamatan bersama. Setelah itu, calon warok
akan ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Setelah
dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan menjadi seorang
warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat, serupa
tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok. Warok sejati
pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa kelompok
warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya
mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani,
bahkan kadang para pejabat pemerintah selalu meminta restunya.